Senin, 21 Januari 2013

Cerita Seru - Purnawirawan

Namaku Brigjen. (Purn) Ar** Sastr*******. Sudah 8 tahun kiranya aku benar-benar pensiun dari tugasku sebagai marinir AL dan pati-sospol AL. Sedangkan isteriku telah meninggalkanku selama 5 tahun. Aku mempunyai 3 orang anak 2 putra dan 1 putri. Mereka sangat ganteng dan cantik. Sangat mirip dengan ibu mereka yg mempunyai keturunan Indo-Belanda. Saat ini usiaku menginjak 63 tahun. Anak pertamaku Andrew (33) sudah menikah dengan teman kuliahnya dan tinggal di Cologne-Jerman serta mampunyai 2 orang anak. Dan sedang melanjutkan pendidikan S3-nya di salah satu perguruan tinggi disana. Putriku Jenny (29) juga sudah menikah dengan seorang pengusaha teman SMA-nya dulu dan mempunyai 1 orang putri. Sedangkan putraku yg bungsu Jerry (27) adalah seorang militer, sama seperti aku. Berpangkat letnan satu dan sedang mempersiapkan pernikahannya dengan seorang wanita bernama Devi (24), putri dari seorang pejabat militer adik lichtingku dulu. Mereka saling kenal sewaktu acara 17 Agustus-an di Istana Negara. Devi sosok yang cantik, ibunya juga seorang mantan model ternama dan keturunan Indo-Ceko. Keluarga mereka sangat akrab dengan kami. Bahkan Devi sendiri sudah kuanggap sebagai putriku sendiri. Devi yang tinggi badannya hingga 170 cm, dengan balutan kulit yang padat dan berisi berbobot kira2 57 kg. Kulit putih halus yg terawat tanpa bercak maupun luka dikulitnya bagaikan boneka dari porselen yang terkadang seperti manekin di toko2 pakaian. Rambut yg bergelombang sedikit coklat serta mata yg kebiru2an seperti ibunya. Jari-jemari yg lentik, leher yg jenjang, bibir yang tipis dan merekah tipikal wanita dari Eropa, tetapi berbudi seperti orang Timur yg selalu menggunakan rok terusan dan blus yg padu dengan tubuhnya. Sungguh beruntung putraku mendapatkannya, kebahagiaan meliputi keluarga kami. Bahkan aku telah sepakat dengan Kol. Arie Daryanto untuk menjodohkan kedua anak kami tersebut. Ditambah lagi dengan pendidikannya sebagai dokter yang akan menjalani PTT. Walaupun umurku sudah 60-an tetapi postur tubuhku masih sangat kokoh. Lemak2 yang ada berhasil aku kurangi dengan latihan2 militer. Bahkan diantara teman2 seangkatanku, aku tergolong gagah, mungkin karena sering berada di lapangan. Aku bahkan tidak tertarik dengan birokrasi, bahkan sangat sering mengikuti perjalanan pasukan keamanan termasuk Pasukan Garuda. Kisah ini terjadi sewaktu putraku Jerry ditempatkan di Sulawesi sebagai anggota tim pengamanan akibat adanya kerusuhan, sehari setelah mereka menikah. Sedangkan Devi akan menjalani proses PTT di salah satu Puskesmas di desa yang terletak di Jawa Barat. Jerry sebagai komandan satuan tidak boleh meninggalkan tugas, karena satuan mereka mendapatkan jadwal untuk saat itu. Setelah Jerry pergi tugas, seminggu kemudian Devi juga menjalani proses PTT yang sempat tertunda akibat pernikahan. Karena Devi berpikir agar mendapatkan kesibukan selama suaminya pergi bertugas. Suatu sore, Devi memintaku untuk menemaninya selama tugas PTT di desa tersebut. Karena aku telah pensiun, dapat bersantai-santai sambil menemaninya selama tugas tersebut. Sore itu sewaktu minum teh Devi datang, "Pa, Devi mo tugas PTT di desa. Papa tolong temani Devi disana, karena Devi takut karena Devi orang baru disana. Sekalian Papa boleh istirahat di desa." Tidak mengiyakan, aku cuma menjawab, "Nanti Papa telpon Jerry, bilang kamu akan PTT dan Papa akan menemanimu." Dengan wajah riang, Devi langsung memelukku dan berterimakasih. Aku sangat senang karena sosok putriku dapat digantikan olehnya. Bahkan selama suaminya bertugas dan dia berada di rumah, selalu memperhatikan kesehatanku. Walaupun aku masih kuat, tapi aku senang ada sosok baru pengganti istriku yang memperhatikanku. Satu minggu kami telah tinggal di desa tempat Devi PTT. Tempat tinggal dinasnya sangat sederhana. Terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu dan 1 kamar mandi bersumur. Suasananya sejuk dan tenang dengan rumah penduduk yang masih jarang-jarang. Devi selalu sibuk setiap hari melayani pasien2 itu dengan ke-3 perawatnya yang sudah tua dan baya. Sedangkan aku menghabiskan waktu untuk berkebun dibelakang rumah, atau memperbaiki bagian rumah yang rusak. Atau terkadang melihat pasien2nya yang ramah2 dan hormat kepada kami. Suasana itu sangat indah hingga suatu malam, terjadi suatu kesalahan fatal diantara hubungan kami sebagai mertua dan menantu. Jam 20.00 aku duduk2 di sofa sambil menonton berita dari salah satu TV swasta. Sedangkan Devi sedang membaca majalah2 di depan TV tidur tengkurap di atas permadani dan membelakangiku. Suasana yg dingin membuatku jengkel. "Sial, jaketku ketinggalan di Jakarta." gumamku. Sedangkan aku hanya memakai kaos oblong dan sarung saja. Devi yang terlihat santai sambil menggoyang2kan kakinya hanya memakai daster tipis berwarna merah muda. Kontras sekali dengan kulitnya yang putih. Kemaluanku bergerak naik sewaktu melihat padatnya betisnya. Aku duduk gelisah dan mataku kemudian menyusuri tubuh indah tersebut. Tetapi tak lama jiwaku terselamatkan dari dosa karena Devi beranjak ke kamarnya. Kemudian jam 22.00 akupun masuk dan tidur dikamarku. Pagi subuh jam 05.00 aku yg insomnia terbangun. Tak lama kudengar pintu kamar Devi terbuka dan dia berjalan ke arah kamar mandi. Tak lama aku yang haus bangun juga ingin minum, tetapi tanpa sadar aku mendengar Devi sedang mandi. Tak ayal keingintahuankupun datang, aku mengintipnya dari celah yang ada di balik kayu kamar mandi yang berlubang. Dengan nafas tertahan dan mengendap-endap aku berhasil melihat seluruh tubuh menantuku. Tubuh yang sangat kukagumi, membuat kemaluanku berdiri. Puber ke-2 menghampiriku. Melihat payudara yang sekal berukuran 36B, puting yang kecoklatan dan rambut kemaluan yang basah dan rapi, membuatku rindu akan kehidupanku. Setelah puas melihat seluruh tubuh menantuku, aku beranjak ke kamarku. Di kamar aku teringat bahwa aku lupa minum, kemudian aku keluar dan kemudian " Brakkkkk...." tubuhku bertabrakan dengan menantuku. "Aduhhh," kata Devi, aku pun bergegas menolongnya. Tak ayal tubuh kami berdua juga terjatuh karena lantai yg licin bekas kakinya. Dan tubuh kami merapat, bibir kami berdekatan, jantung kami berpacu dan entah kenapa kami telah berciuman. Sejenak kami larut hingga menit ke-3. Tersadar, aku melihat wajah Devi memerah dan mencoba berdiri. Lilitan handuknya terlepas terkait dengan tanganku. Kedua tangannya berusaha menutupi payudara dan kemaluannya. Aku kasihan melihatnya kedinginan. Aku lilitkan handuk itu dengan penuh kasih sayang. Dan kemudian membimbingnya ke kamarnya. Di kamarnya, "Ada yg luka Nak?" sambil melihat paha dan lututnya dan dia menggeleng. Aku terkesiap melihat goresan di lututnya dan memar di pahanya. Dengan wajah merah, Devi melihatku mengobati lukanya. Ada kesan lembut diantara kami, mungkin karena kesepian ditinggal pasangan. Kuelus lembut paha putihnya yang padat dan kucium lututnya. Kurasakan getaran di tubuh Devi. Dan kurasakan juga kemaluanku tersiksa ingin keluar dari sarungku. Kugenggam jemari Devi, kutenangkan dia. Kuciumi tangan dan lengannya. Matanya menolak tapi tubuhnya tidak bergeming. Kemudian kucium pipinya. Tubuhnya kaku dan bibir indahnya bergetar. Kulepas handuk yang ada dikepalanya, sungguh lengkung rambut yang sexy, bathinku. Kugerai, kemudian dengan perlahan kucium kepala, hidung dan bibirnya. Bibirnya terkatup, tapi karena pengalamanku sebagai marinir yg pantang kalah, kucecapi lidahku ke dalam mulutnya agar terbuka. "Pa, jangan pa," lirih suara Devi. "Kenapa Nak? kamu ngga suka?" sahutku. "Aku takut,"ujar Devi. Aku memeluknya diatas tempat tidurnya. Kusingkap perlahan handuk yg menutupi tubuhnya. Terlihat betapa ranumnya payudara itu, dihiasi puting yang membengkak. Payudara itu kelihatannyanya tegak dan mengencang. Aku mengelus dadanya dan tanganku terus menjamah buah dadanya. Mengeras, birahi sudah hampir menguasainya, pikirku. Kulihat matanya terpejam antara takut dan nafsu. Bibirku menyentuh payudaranya yang muda dan mengkal. Tanganku memegang pinggangnya. Lidahku tidak berhenti untuk menjilat, mengulum dan mencecap buah dada itu. Devi menggelinjang, nikmat dan geli. Kugigit puting itu dan menggesek2kannya di gigiku. Kurasakan bulu kuduk Devi berdiri. Tapi bibirnya mengatup. Kulepaskan handuk itu hingga tubuhnya telanjang, kemudian aku menciuminya dari kaki hingga seluruh tubuhnya tidak luput dari bibirku. Ketika kulihat Devi sudah mulai terbuka dan meregang, kutarik pahanya dan membuka selangkangannya. Kuciumi pahanya sebelah dalam tubuhnya menggeliat dan "Arghhh...." gumamnya. Bibirku tetap mengecup pahanya hingga kesebelah dalam selangkangannya. Gundukan rambut2 kemaluan, tipis dan terawat, harum ramuan Jawa. Lidahku bergerak ke arah celah tersebut. Kusibak rambut itu dengan jari2ku. Rapat..... hingga "Apa kemarin mereka sempat melakukan malam pertama?" bathinku, tapi otakku sudah buntu kujilati klitorisnya hingga basah mengkilap. Daging kecil itu kusiksa selama 15 menit, hingga kembang. Kudengar suara desahan "Shhhh....shhhh...." dan kulihat tangan Devi sekilas meremas sprai tempat tidur. Kemudian tak lama, badannya menegang, punggungnya melengkung, kakinya kaku dan kepalanya mendongak "Erghhh...Erghhhh....ukhh...hahhhhhh...." seperti kesetanan Devi berkelenjotan. Lidahku tidak berhenti, bahkan ketika kurasakan cairan hangat mengalir dari lubang vaginanya. Kusiksa lagi vaginanya dengan lidahku, 2 kali Devi dalam waktu 8 menit mencapai orgasme pertamanya. Tubuhnya lemas dan gemetar. Sensasi yang luar biasa. Kulepas kaos dan sarungku, pakaian dalam boxerku. Penisku yg 13 cm panjangnya telah kaku, Devi berbisik lirih "Jangan Pa...," tapi kuhiraukan. Kutindih tubuhnya yang berisi, libidoku memuncak. Kurasakan juga hanya penolakan yang tidak berarti. Kukecup bibirnya, nafasnya memburu. Tenang kuarahkan penisku ke vaginanya. Kedua tangannya menggenggam tanganku. Tubuhku membungkuk, terjadi pergesekan kelamin, tubuh Devi melonjak kegelian. Perlahan kumasukkan penisku. Devi terisak dan menangis, merasa kepalang basah dia membalas ciumanku. "Ahhh....sakit Pa" bisik Devi. "Tenang yah, pelan2 aja" sahutku lembut. Dia memelukku, membuka selangkangannya lebih lebar dan menarik kedua pahanya kesebelah atas. Tanganku menumpu di tempat tidur, kuarahkan penisku. Pelan...pelan... 3 mm, 1 cm....hingga kepala penisku masuk. "Ahhh...shhhh....pelan Pa, sakit" Devi memejamkan matanya. Kucium lehernya, 3 cm...setengah penisku kukeluar masukkan, ada darah menempel di penisku. "Hei, kamu masih perawan?" tanyaku. "Iya Pa, sakit Pa" sahut Devi. Gila, aku yang pertama untuk menantuku. "Tenang yah, sedikit lagi yah" ucapku menenangkan. Devi terdiam, matanya tetap terpejam, memelukku erat. Keluar masuk penisku, hingga "Clebbb..." seluruhnya tertanam di vaginanya. "Akhhhh....." kepala Devi terlonjak. Devi mungkin merasa sesuatu menutup vaginanya, aku mendiamkannya sejenak. Kunikmati sempitnya vagina menantuku ini. Gila...... Tangan kananku memegang pinggangnya, tangan kiriku mengelus-elus permukaan perutnya yang halus dan gempal. Penisku maju-mundur...."Oughhhh...akhhh..."kudengar suara Devi, kepalanya terlempar kesana kemari. Perlahan kupercepat pergerakan penisku. "Akhh....akh...." Devi merintih. Kupeluk dirinya. Kuciumi lehernya, kami menyatu....suara "Cleb...blep..." terdengar berirama, semakin cepat. Paha Devi mulai merapat, jari2 kakinya merapat, tubuhnya bergetar dan "Umhhhhhh...umhhhhh ...ahhhh...." Devi orgasme ketiga kalinya. Tubuhnya meregang lagi, kuhentikan sejenak. Kucabut penisku, kucium vaginanya. Dan peniskupun kutanam lagi, sedalam2nya... Satu jam aku bergerak turun naik, setiap 12 menit hingga 15 menit tubuh Devi berkelonjotan. Devi orgasme hampir 6 kali pagi itu. Tubuh kami basah karena keringat. Devi menggila, aku mulai kehabisan nafas. Aku berhenti sejenak, merangsang Devi kembali.... hingga ketika Devi akan mengalami orgasmenya yang ke-7 tubuhkupun bergetar, kakiku lemas, nafasku terasa terangkat, otakku berat dan kurasakan penisku berkedut-kedut. "Umhhhh....akhhhhh....." kudengar raungan Devi, sebelum penisku mengeluarkan cairan sperma di dalam vaginanya. Hampir 1 menit penisku memancarkan sperma ke dalam rahim Devi. Kemudian tubuhku melemas dan jatuh disebelahnya. Pertarungan itu berhenti ketika matahari terbit.....kami berciuman mesra. Devi memelukku dan berkata "Aku cinta ma Papa, jangan tinggalin Devi Pa", aku hanya mengangguk dan menciumnya kembali. "Terima kasih sayang" sahutku kemudian. Kami kelelahan dan beristirahat hanya 15 menit. Devi kemudian beranjak dari sisiku, mandi dan berpakaian dinasnya. Membiarkanku tergolek di ranjangnya. Kemudian pergi ke Puskesmas dekat rumah dengan tersenyum ceria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar